ETIOLOGIK VS DIAGNOSTIK SUDUT PANDANG STATISTIK

Seorang peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suatu penyakit, kita namakan penyakit Y.
Hasilnya, faktor-faktor tersebut adalah a, b, c, dan d. Penelitian tersebut menghasilkan persamaan regresi logistik y= konstanta + ka + kb + kc + kd di mana k adalah koefisien untuk setiap variabel.
Melalui persamaan p=1/(1+exp(-y)), peneliti dapat memprediksikan probabilitas subjek tertentu untuk menderita penyakit Y. 

Sampai tahap tersebut, penelitian masih dalam track yang benar. Namun, secara keliru, persamaan tersebut sering kali diinterpretasikan sebagai probabilitas diagnostik. Padahal, tidak demikian. Mengapa?

Terkait penyakit Y, ada tiga kemungkinan, yaitu

  1. subjek yang sebelum penelitian sudah diketahui sehat walafiat,
  2. subjek yang sebelum penelitian sudah diketahui menderita penyakit Y, dan
  3. subjek yang sebelum penelitian diduga menderita penyakit Y. 

Dari tiga keadaan tersebut, hanya subjek yang diduga saja yang layak masuk penelitian diagnostik. 

Pada penelitian di atas, kita harus memeriksa kriteria tersebut. Besar kemungkinan, kriteria subjek penelitian tidak memenuhi syarat penelitian diagnostik. Dengan demikian, persamaan yang diperoleh bukan persamaan probabilitas diagnostik melainkan persamaan probabilitas risiko. 

Note:
Note ini diilhami diskusi seru yang berujung pada kesimpulan bahwa “Statistik harus diisi dengan rasa klinis”.