Regulasi Telemedicine di Indonesia, Wajib Diketahui Pemberi Layanan Kesehatan

Ditulis Oleh: Tim Redaksi MSD

Digitalisasi terjadi dalam semua bidang kehidupan di era modern ini. Tak terkecuali, digitalisasi dalam layanan kesehatan, terlebih dalam kondisi pandemi covid-19 seperti sekarang ini. Dalam kondisi pandemi covid-19 dimana interaksi antar manusia harus diminimalkan, penanganan covid berbasis digital dan digital contact tracing adalah suatu hal yang sangat solutif. Selain itu, layanan kesehatan secara daring atau telemedicine juga sangat mempermudah praktik kedokteran, mengingat pemeriksa dan pasien tidak harus bertatap muka. Namun, untuk telemedicine ini tentu juga terdapat risiko karena keterbatasan cakupan layanan pemeriksaan. Untuk itu, adalah penting untuk mengetahui regulasi telemedicine di Indonesia.

Apakah Sahabat pernah menjadi pemberi atau penerima layanan kesehatan secara daring atau telemedicine? Merasa cukupkah Sahabat dengan keamanan penggunaannya?

Regulasi Telemedicine di Indonesia

Regulasi telemedicine di Indonesia pertama kali ditetapkan dalam PERMENKES RI NO. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Layanan Kesehatan. Regulasi telemedicine ini ditetapkan sebagai perundang-undangan pada 7 Agustus tahun 2019. Dalam PERMENKES ini, telemedicine didefinisikan sebagai pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

Regulasi telemedicine di Indonesia pertama kali ditetapkan dalam PERMENKES RI NO. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Layanan Kesehatan. Regulasi telemedicine ini ditetapkan sebagai perundang-undangan pada 7 Agustus tahun 2019. Dalam PERMENKES ini, telemedicine didefinisikan sebagai pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

Regulasi Telemedicine di Indonesia

Regulasi Telemedicine Semasa Pandemi

Terdapat dua regulasi telemedicine di Indonesia yang khusus dikeluarkan untuk menyesuaikan dengan kondisi pandemi covid-19.

Regulasi telemedicine semasa pandemi dari KKI

Pada 29 April 2020, Konsil Kedokteran Indonesia menetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 di Indonesia. Peraturan KKI ini secara detail menjelaskan kewenangan klinis dan praktik kedokteran semasa pandemi. Yang menarik, peraturan KKI ini menetapkan larangan praktik berikut dalam telemedicine semasa pandemic covid-19: telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui Fasyankes; memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate information) kepada pasien atau keluarganya; melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya; meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan; melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran; melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi; menarik biaya diluar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/atau memberikan surat keterangan sehat.

Regulasi telemedicine semasa pandemi dari Kemenkes

Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 29 April 2020. Dalam Surat Edaran Kemenkes ini, kewenangan dokter sebagai pemberi layanan Kesehatan ditetapkan mencakup: anamnesa, pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual, pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu, penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan pengobatan pasien, penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, serta penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan sesuai hasil penatalaksanaan pasien.